Kamis, 23 Februari 2012

blutooth apk

http://db.tt/Ywb4XWeV


Published with Blogger-droid v2.0.4

Label:

live wallpaper apk

http://db.tt/xz8PhAfV


Published with Blogger-droid v2.0.4

Label:

Jumat, 06 Januari 2012

NURUL MUSTHOFA [Al Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf] | ASAL USUL MAJLIS NURUL MUSTHOFA

NURUL MUSTHOFA [Al Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf] | ASAL USUL MAJLIS NURUL MUSTHOFA

ryu_tentanghidup.blogspot.com

Selasa, 13 Desember 2011

Published with Blogger-droid v2.0.2

Jumat, 21 Oktober 2011

Al-Qur’ān adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-’Alaq ayat 1-5. Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al- Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpa pada salah satu surat Al-Qur’an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya: “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan(menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami(Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikut{amalkan} bacaannya”.(75:17⁠-75:18⁠) Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur’an adalah : “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir membacanya termasuk ibadah” Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur’an sebaga berikut “Al-Qur’an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al- Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas” Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebaga ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an Jaminan Tentang Kemurnian Al-Quran dan Bukti-Buktinya Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat yang menciptakan dan menurunkan Al-Quran itu sendiri. Dan pada kenyataannya kita bisa melihat, satu-satu kitab yang mudah dipelajar bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu umat Islam Nama-nama lain Al-Qur’an Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur’an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya: *Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2) *Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77) *Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1) *Ar-Ruh (ruh): QS(42:52) *Al-Bayan (penerang): QS(3:138) *Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9) *Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6) *Al-Mau’idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57) *Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102) *Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37) *An-Nur (cahaya): QS(4:174) *Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39) *Al-Basha’ir (pedoman): QS(45:20) *Asy-Syifa’ (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82) *Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52) *Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33) *Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51) *At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192) Struktur dan pembagian Al-Qur’an Surat, ayat dan ruku’ Al-Qur’an terdiri atas 114 bagian yang dikena dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat A Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat- surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lag yang disebut ruku’ yang membahas tema atau topik tertentu. Makkiyah dan Madaniyah Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah) Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat- surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah ahnya tergolong surat Madaniyah Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip- prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang- panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari’ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun d Mekkah Juz dan manzil Dalam skema pembagian lain, Al-Qur’an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian in untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur’an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al- Qur’an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu) Kedua jenis pembagian ini tidak memilik hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu. Pembagian Menurut ukuran surat Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat- surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjad empat bagian, yaitu - As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus - Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud Yusuf, Mu’min dan sebagainya - Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya - Al Mufashshal (surat-surat pendek), sepert Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya Sejarah Al-Qur’an hingga berbentuk mushaf Al-Qur’an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al- Qur’an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis. Penurunan Al-Qur’an Al-Qur’an tidak turun sekaligus. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun in dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat madaniyah Penulisan Al-Qur’an dan perkembangannya Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al- Qur’an sudah dimulai sejak zaman Nab Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesa dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan Pengumpulan Al-Qur’an di masa Rasullulah SAW Pada masa ketika Nab Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur’an yakni Zaid bin Tsabit Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma empengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah wahyu diturunkan Pengumpulan Al-Qur’an di masa Khulafaur Rasyidin Pada masa pemerintahan Abu Bakar Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjad beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur’an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al- Qur’an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur’an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istr Nabi Muhammad SAW Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan Pada masa pemerintahan khalifah ke- 3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al- Qur’an (qira’at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda- beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar(menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan(dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-qur'an Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al- Mashahif, dengan sanad yang shahih Suwaid bin Ghaflah berkata, “Ali mengatakan Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Dem Allah, apa yang telah dilakukannya mengena mushaf-mushaf Al Qur’an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, ‘Bagaimana pendapatmu tentang isu qira’at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira’atnya lebih baik dari qira’at orang lain. In hampir menjadi suatu kekufuran’. Kami berkata‘Bagaimana pendapatmu?’ Ia menjawab, ‘Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf,berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.’ Kami berkata, ‘Pendapatmu sangat baik’. ” Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan dalam Mahabits fi ‘Ulum Al Qur’an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena A Qur’an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam) Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur’an Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur’an telah menghasilkan proses penerjemahan(literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikas atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur’an itu sendiri. Terjemahan Terjemahan Al-Qur’an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur’an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur’an Sebab Al-Qur’an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya. Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh : -Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh : -Al-Qur’an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002 -Qur’an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta -Terjemah Al-Qur’an, oleh Prof. Mahmud Yunus -Qur’an Suadawiah (bahasa Sunda) -An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy -Qur’an bahasa Sunda oleh K.H Qomaruddien -Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS -Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyr Mustafa Rembang Terjemahan dalam bahasa Inggris -Al-Qur’an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan -The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Al -The Meaning of the Holy Qur’an, oleh Marmaduke Pickthal Tafsir Upaya penafsiran Al-Qur’an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nab Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur’an terus berlanjut Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah Adab Terhadap Al-Qur’an Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur’an terhadap seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalam kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al- Qur’an sebelum bersuci. Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur’an, karena tidak ada dalil yang menguatkannya Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al- Qur’an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat A Waaqi’ah ayat 77 hingga 79 Terjemahannya antara lain:56-77 Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77⁠-56:79⁠) Penghormatan terhadap teks tertulis Al- Qur’an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur’an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal in dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati. Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi’ah di atas ialah: “Tidak ada yang dapat menyentuh Al- Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah.” Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain- ain sebagaimana telah diterangkan oleh Al- Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil. Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek). Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya(Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’u(obyek) bukan sebagai faa’il (subyek). Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” [4]Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad.“Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis” Hubungan dengan kitab-kitab lain Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nab sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur’an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur’an dengan kitab-kitab tersebut: -Bahwa Al-Qur’an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab- kitab tersebut. QS(2:4) -Bahwa Al-Qur’an diposisikan sebaga pembenar dan batu ujian (verifikator) bag kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48) -Bahwa Al-Qur’an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda QS(16:63-64) -Bahwa Al-Qur’an meluruskan sejarah Dalam Al-Qur’an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu juga mengenai beberapa bagian mengena kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahud dan Kristen. Sumber : wikipedia dan berbagai sumber lainnya

Published with Blogger-droid v1.7.4

Label:

Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tingg Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa ( tauhid). Dia itu wahid dan Esa ( ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-Qur’an terdapat 99 Nama Allah ( asma’ul husna artinya: “nama-nama yang paling baik”) yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah “Maha Pengasih”( ar-rahman) dan “Maha Penyayang” ( ar-rahim) Konsep Tuhan dalam Islam telah memperlihatkan pola pikir yang berbeda dengan konsep Tuhan dalam agama lain seperti Kristen Yahudi, Budha, Hindu maupun dengan konsep Tuhan dalam tren pluralisme agama. Kedua kalangan ini sama-sama menghadap perbedaan konsep teologis dengan konsep teologis dalam Islam Kalangan non muslim membangun konsep Tuhan di atas landasan yang berbeda, sedangkan kalangan pluralis membangun doktrinnya d atas keraguan-raguan dengan meragukan kebenaran yang seharusnya diyakini Konsep Tuhan Dalam Islam dan Berbagai Agama Lainnya Beberapa sarjana barat menyatakan bahwa Muhammad juga menggunakan istilah Allah dalam berkomunikasi dengan pagan Arab dan Yahudi atau Nasrani untuk menegakkan dasar umum dalam memahami nama Tuhan, sebuah klaim Gerhard Böwering menyatakan keraguan Konsep Tuhan dalam Islam vs tuhan dalam Arab pra-Islam Ketika membandingkan politeisme Arab pra-Islam, Tuhan dalam Islam tidak memiliki teman dan sekutu maupun pertalian antara Tuhan dengan Jin. [17] Arab pagan pra-Islam bermula dengan adanya berhala dengan Jin Arab pagan pra-Islam bermula dengan adanya berhala yang dibawa ke tanah Arab oleh ‘Amr bin Luhay. Mereka lalu mencampur-adukkan antara monoteisme yang dibawa Ibrahim dan paganisme. Mereka percaya takdir yang kabur, kuat, dan tidak dapat ditawar-tawar melebihi apa yang manusia tidak dapat kendalikan Paham ini diganti dengan gagasan Islam Tuhan Yang Maha Pemurah namun Maha Kuasa Tuhan dalam Islam vs Tuhan dalam Yahudi Menurut Francis Edwards Peters, “Al-Qur’an menuntut Muslim untuk beriman, dan sejarawan menyetujui bahwa Muhammad and pengikutnya menyembah Tuhan yang sama dengan Tuhan Yahud[lihat Al-Qur'an Surah Al-'Ankabut[29]:46]. Allah Al-Qur’an adalah Tuhan Pencipta yang sama yang mengadakan perjanjian dengan Ibrahim”. Peters menyatakan bahwa al-Qur’an menggambarkan Allah ebih kuat dan luas daripada Yahweh, dan sebagai Tuhan alam semesta, tidak seperti Yahweh yang hanya lebih dekat pada orang-orang Israel.[9] Menurut Encyclopedia Britannica (lihat juga bagian d orang Israel Menurut Encyclopedia Britannica (lihat juga bagian d bawah untuk perbandingan kasih Tuhan dalam Islam dan Kristen) Tuhan, dikatakan dalam al-Qur’an, “mencintai yang berbuat baik,” dan dua bagian dalam al-Qur’an mengekspresikan sebuah kasih yang saling mengerti antara Tuhan dan manusia, namun Yudeo-Kristen mengajarkan “cintai Tuhan dengan segenap hatimu” tidak dirumuskan dalam Islam. Tekanan ini lebih pada kebebasan kehendak Tuhan sehingga setiap orang harus berserah diri. Yang paling utama“menyerahkan diri kepada Allah” (Islam) merupakan agama itu sendiri. Tuhan dalam Islam vs Tuhan dalam Kristen Islam dengan tegas menolak kepercayaan Kristen bahwa Tuhan itu tiga pribadi dalam satu hakekat (lihat Tritunggal). Dalam konsepsi Islam tentang Tuhan, tidak ada kesetaraan antara Tuhan dan ciptaan Kehadiran Tuhan dipercaya ada dimanapun, dan tidak menjelma sebagai siapapun atau apapun. Kristen Barat merasa Islam sebagai agama kafir selama Perang Salib pertama dan kedua. Muhammad dipandang sebagai setan atau tuhan palsu yang disembah bersama Apollyon dan Termangant dalam trinitas yang tidak suci. Pandangan tradisional Kristen adalah bahwa Nabi Muhammad SAW sama dengan Tuhannya Yesus Dalam Islam “Al-Qur’an dengan tegas dan lugas mengatakan bahwa: tiada Tuhan selain Allah, titik. Konsep tauhid dalam Al-Qur’an tidak pernah menyatakan bahwa Tuhan Pencipta itu adalah Tuhan dari segala tuhan. Sedangkan dalam agama-agama lainnya keesaan Tuhan itu kadang tidak dinyatakan secara konsisten.”. tu kadang tidak dinyatakan secara konsisten.”. Perbedaan agama Yahudi dan Nasrani juga dengan jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an“Dan orang-orang Yahudi serta Nasrani mengatakan: ‘Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya.’” (Q.S. Al-Maidah: 18). Yang dimaksud dengan kalimat “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih- Nya”, menurut Imam Ibnu Al-Jauzi adalah Uzair dan Isa a.s Ludovico Marracci (1734), penerima pengakuan dosa Paus Innosensius XI, menyatakan: Muhammad dan pengikutnya yang menganggap ortodoks, telah dan melanjutkan untuk memiliki gagasan Tuhan yang asli dan logis dan sifat-sifat-Nya (selalu mengecualikan dan menolak Trituggal), muncul sangat jelas dari Qur’an itu sendiri dan seluruh kepercayaan akan Tuhan Muhammad, sehingga akan membutuhkan banyak waktu untuk menyangkal yang beranggapan Tuhan Muhammad berbeda dengan Tuhan sejati Banyak pesan-pesan dalam Perjanjian Lama mengacu pada kasih Tuhan. Tema sentral dalam Perjanjian Baru adalah kasih Tuhan dalam perantaraan Yesus. Dalam Islam, kasih Tuhan muncul dalam seluruh tanda-tanda dan penciptaan Bumi dimana manusia dapat hidup dalam kehidupan yang layak. “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa; Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit alu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebaga rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]:21-22) Pujian umat Muslim kepada Tuhan yang paling umum adalah ‘Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang’. Dua lainnya dari “asma’ul husna” Tuhan ‘Maha Kasih sayang’ (wadud) dan ‘Maha Pemberi’ (wahhāb) William Montgomery Watt berpegang bahwa Kristen memiliki lebih banyak tekanan dalam aturan tingkah laku Tuhan sebaga penggembala yang pergi mencari domba-domba yang hilang dan menyelamatkannya. Di sisi lain, Islam menolak sebagian doa bag siapapun yang telah kafir. Dalam Islam, Watt mengatakan, Tuhan menyediakan nikmat bagi setiap golongan untuk mencapai kehidupan kekal (contoh: kehidupan di Surga) dengan mengirim utusan atau nab untuk mereka. Islam juga mengembangkan doktrin perantaraan Muhammad pada Hari Kiamat yang akan menerima mereka dengan baik, meskipun yang berbuat dosa akan diadili atas dosa-dosa mereka baik di bumi maupun di neraka Konsep Tuhan Kaum Pluralis Kaum pluralis berpandangan bahwa agama adalah ekspresi budaya yang relatif sifatnya. Maka tak masalah menurut mereka jika umat Islam sesekali menyebut Tuhannya dengan Yahweh, God,Lord, atau Yesua. Toh muaranya tetap pada satu Tuhan. Sedangkan di kalangan penganut agama Kristen, terjadi perdebatan mengenai sebutan untuk Tuhan. Seperti kata “Yesus” diubah menjadi “Yesua” yang dilakukan oleh kelompok Kristen yang menyebut dirinya “Jaringan Gereja-gereja 2 Pengagung Nama Yahweh”. 2 Kelompok ini juga mengubah kata Pengagung Nama Yahweh” Kelompok ini juga mengubah kata“Tuhan” menjadi “Yahwe”. Dalam agama Yahudi ada sebutan Lata Uzza, Hubal, disamping sebutan untuk Allah sendiri. Gejala ‘spekulas teologis’ semacam ini terjadi oleh sebab tak ada sumber yang otentik tentang kebenaran konsep dan nama Tuhan. Yang terjadi adalah dugaan-dugaan yang tak menghasilkan keyakinan sama sekali Bagi umat Islam, penyebutan nama Tuhan yang bersifat spekulatif tentu sangat bermasalah. Sebab, hal ini bisa mengaburkan konsep tauhid Islam. Penyebutan kata “Allah” di dalam Al-Qur’an menandakan bahwa penyematan nama untuk Dzat Yang Maha Kuasa haruslah bersumber dari Allah sendiri dengan sifat-sifat yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Dengan berdasar pada sumber yang otentik akan mencegah spekulasi akal. Konsep Tuhan dalam Islam juga menegaskan bahwa jalan menuju Tuhan hanya satu, yakni Islam. Jika tidak maka tak mungkin ada do’a, ihdinash shirathal mustaqim (Tunjukilah kami jalan yang lurus)

Published with Blogger-droid v1.7.4

Label:

Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tingg Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa ( tauhid). Dia itu wahid dan Esa ( ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-Qur’an terdapat 99 Nama Allah ( asma’ul husna artinya: “nama-nama yang paling baik”) yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah “Maha Pengasih”( ar-rahman) dan “Maha Penyayang” ( ar-rahim) Konsep Tuhan dalam Islam telah memperlihatkan pola pikir yang berbeda dengan konsep Tuhan dalam agama lain seperti Kristen Yahudi, Budha, Hindu maupun dengan konsep Tuhan dalam tren pluralisme agama. Kedua kalangan ini sama-sama menghadap perbedaan konsep teologis dengan konsep teologis dalam Islam Kalangan non muslim membangun konsep Tuhan di atas landasan yang berbeda, sedangkan kalangan pluralis membangun doktrinnya d atas keraguan-raguan dengan meragukan kebenaran yang seharusnya diyakini Konsep Tuhan Dalam Islam dan Berbagai Agama Lainnya Beberapa sarjana barat menyatakan bahwa Muhammad juga menggunakan istilah Allah dalam berkomunikasi dengan pagan Arab dan Yahudi atau Nasrani untuk menegakkan dasar umum dalam memahami nama Tuhan, sebuah klaim Gerhard Böwering menyatakan keraguan Konsep Tuhan dalam Islam vs tuhan dalam Arab pra-Islam Ketika membandingkan politeisme Arab pra-Islam, Tuhan dalam Islam tidak memiliki teman dan sekutu maupun pertalian antara Tuhan dengan Jin. [17] Arab pagan pra-Islam bermula dengan adanya berhala dengan Jin Arab pagan pra-Islam bermula dengan adanya berhala yang dibawa ke tanah Arab oleh ‘Amr bin Luhay. Mereka lalu mencampur-adukkan antara monoteisme yang dibawa Ibrahim dan paganisme. Mereka percaya takdir yang kabur, kuat, dan tidak dapat ditawar-tawar melebihi apa yang manusia tidak dapat kendalikan Paham ini diganti dengan gagasan Islam Tuhan Yang Maha Pemurah namun Maha Kuasa Tuhan dalam Islam vs Tuhan dalam Yahudi Menurut Francis Edwards Peters, “Al-Qur’an menuntut Muslim untuk beriman, dan sejarawan menyetujui bahwa Muhammad and pengikutnya menyembah Tuhan yang sama dengan Tuhan Yahud[lihat Al-Qur'an Surah Al-'Ankabut[29]:46]. Allah Al-Qur’an adalah Tuhan Pencipta yang sama yang mengadakan perjanjian dengan Ibrahim”. Peters menyatakan bahwa al-Qur’an menggambarkan Allah ebih kuat dan luas daripada Yahweh, dan sebagai Tuhan alam semesta, tidak seperti Yahweh yang hanya lebih dekat pada orang-orang Israel.[9] Menurut Encyclopedia Britannica (lihat juga bagian d orang Israel Menurut Encyclopedia Britannica (lihat juga bagian d bawah untuk perbandingan kasih Tuhan dalam Islam dan Kristen) Tuhan, dikatakan dalam al-Qur’an, “mencintai yang berbuat baik,” dan dua bagian dalam al-Qur’an mengekspresikan sebuah kasih yang saling mengerti antara Tuhan dan manusia, namun Yudeo-Kristen mengajarkan “cintai Tuhan dengan segenap hatimu” tidak dirumuskan dalam Islam. Tekanan ini lebih pada kebebasan kehendak Tuhan sehingga setiap orang harus berserah diri. Yang paling utama“menyerahkan diri kepada Allah” (Islam) merupakan agama itu sendiri. Tuhan dalam Islam vs Tuhan dalam Kristen Islam dengan tegas menolak kepercayaan Kristen bahwa Tuhan itu tiga pribadi dalam satu hakekat (lihat Tritunggal). Dalam konsepsi Islam tentang Tuhan, tidak ada kesetaraan antara Tuhan dan ciptaan Kehadiran Tuhan dipercaya ada dimanapun, dan tidak menjelma sebagai siapapun atau apapun. Kristen Barat merasa Islam sebagai agama kafir selama Perang Salib pertama dan kedua. Muhammad dipandang sebagai setan atau tuhan palsu yang disembah bersama Apollyon dan Termangant dalam trinitas yang tidak suci. Pandangan tradisional Kristen adalah bahwa Nabi Muhammad SAW sama dengan Tuhannya Yesus Dalam Islam “Al-Qur’an dengan tegas dan lugas mengatakan bahwa: tiada Tuhan selain Allah, titik. Konsep tauhid dalam Al-Qur’an tidak pernah menyatakan bahwa Tuhan Pencipta itu adalah Tuhan dari segala tuhan. Sedangkan dalam agama-agama lainnya keesaan Tuhan itu kadang tidak dinyatakan secara konsisten.”. tu kadang tidak dinyatakan secara konsisten.”. Perbedaan agama Yahudi dan Nasrani juga dengan jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an“Dan orang-orang Yahudi serta Nasrani mengatakan: ‘Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya.’” (Q.S. Al-Maidah: 18). Yang dimaksud dengan kalimat “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih- Nya”, menurut Imam Ibnu Al-Jauzi adalah Uzair dan Isa a.s Ludovico Marracci (1734), penerima pengakuan dosa Paus Innosensius XI, menyatakan: Muhammad dan pengikutnya yang menganggap ortodoks, telah dan melanjutkan untuk memiliki gagasan Tuhan yang asli dan logis dan sifat-sifat-Nya (selalu mengecualikan dan menolak Trituggal), muncul sangat jelas dari Qur’an itu sendiri dan seluruh kepercayaan akan Tuhan Muhammad, sehingga akan membutuhkan banyak waktu untuk menyangkal yang beranggapan Tuhan Muhammad berbeda dengan Tuhan sejati Banyak pesan-pesan dalam Perjanjian Lama mengacu pada kasih Tuhan. Tema sentral dalam Perjanjian Baru adalah kasih Tuhan dalam perantaraan Yesus. Dalam Islam, kasih Tuhan muncul dalam seluruh tanda-tanda dan penciptaan Bumi dimana manusia dapat hidup dalam kehidupan yang layak. “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa; Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit alu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebaga rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]:21-22) Pujian umat Muslim kepada Tuhan yang paling umum adalah ‘Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang’. Dua lainnya dari “asma’ul husna” Tuhan ‘Maha Kasih sayang’ (wadud) dan ‘Maha Pemberi’ (wahhāb) William Montgomery Watt berpegang bahwa Kristen memiliki lebih banyak tekanan dalam aturan tingkah laku Tuhan sebaga penggembala yang pergi mencari domba-domba yang hilang dan menyelamatkannya. Di sisi lain, Islam menolak sebagian doa bag siapapun yang telah kafir. Dalam Islam, Watt mengatakan, Tuhan menyediakan nikmat bagi setiap golongan untuk mencapai kehidupan kekal (contoh: kehidupan di Surga) dengan mengirim utusan atau nab untuk mereka. Islam juga mengembangkan doktrin perantaraan Muhammad pada Hari Kiamat yang akan menerima mereka dengan baik, meskipun yang berbuat dosa akan diadili atas dosa-dosa mereka baik di bumi maupun di neraka Konsep Tuhan Kaum Pluralis Kaum pluralis berpandangan bahwa agama adalah ekspresi budaya yang relatif sifatnya. Maka tak masalah menurut mereka jika umat Islam sesekali menyebut Tuhannya dengan Yahweh, God,Lord, atau Yesua. Toh muaranya tetap pada satu Tuhan. Sedangkan di kalangan penganut agama Kristen, terjadi perdebatan mengenai sebutan untuk Tuhan. Seperti kata “Yesus” diubah menjadi “Yesua” yang dilakukan oleh kelompok Kristen yang menyebut dirinya “Jaringan Gereja-gereja 2 Pengagung Nama Yahweh”. 2 Kelompok ini juga mengubah kata Pengagung Nama Yahweh” Kelompok ini juga mengubah kata“Tuhan” menjadi “Yahwe”. Dalam agama Yahudi ada sebutan Lata Uzza, Hubal, disamping sebutan untuk Allah sendiri. Gejala ‘spekulas teologis’ semacam ini terjadi oleh sebab tak ada sumber yang otentik tentang kebenaran konsep dan nama Tuhan. Yang terjadi adalah dugaan-dugaan yang tak menghasilkan keyakinan sama sekali Bagi umat Islam, penyebutan nama Tuhan yang bersifat spekulatif tentu sangat bermasalah. Sebab, hal ini bisa mengaburkan konsep tauhid Islam. Penyebutan kata “Allah” di dalam Al-Qur’an menandakan bahwa penyematan nama untuk Dzat Yang Maha Kuasa haruslah bersumber dari Allah sendiri dengan sifat-sifat yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Dengan berdasar pada sumber yang otentik akan mencegah spekulasi akal. Konsep Tuhan dalam Islam juga menegaskan bahwa jalan menuju Tuhan hanya satu, yakni Islam. Jika tidak maka tak mungkin ada do’a, ihdinash shirathal mustaqim (Tunjukilah kami jalan yang lurus)

Published with Blogger-droid v1.7.4

Label: